Airlangga Hartarto Awasi Harga Minyak Dunia: Dampaknya ke Ekonomi RI?

devisella116@gmail.com

0 Comment

Link

JAKARTA — Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, terus menunjukkan perhatian serius terhadap fluktuasi harga minyak global. Pemantauan ini menjadi krusial mengingat komoditas energi tersebut sangat rentan terhadap dampak dari ketegangan geopolitik yang terjadi di kawasan Timur Tengah.

Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa perkembangan harga minyak, yang saat ini masih bergerak di kisaran US$72, merupakan salah satu indikator utama yang dicermati pemerintah. Meskipun demikian, ia memilih untuk tetap berhati-hati dalam memberikan komentar lebih lanjut mengenai proyeksi ke depan. “Relatif kita belum bisa memberikan komentar. Kita lihat saja,” tuturnya, menekankan pentingnya menunggu perkembangan situasi yang dinamis.

Lebih jauh, Airlangga Hartarto menyoroti peran strategis Selat Hormuz sebagai jalur vital bagi pasokan minyak dunia. Menurutnya, sekitar 30% dari total pasokan minyak global mengalir melalui selat ini. Kondisi tersebut, jika terjadi gangguan, berpotensi besar menimbulkan dampak signifikan, khususnya bagi kawasan Asia Tenggara. “Kalau Selat Hormuz tentu 30% daripada minyak melalui, itu dan yang akan berdampak itu di Asia Tenggara karena salah satu market terbesar mereka adalah ke China,” jelasnya.

Kekhawatiran terhadap Selat Hormuz ini bukan tanpa alasan. Parlemen Iran dilaporkan telah menyetujui penutupan selat tersebut untuk seluruh kegiatan pelayaran pada Minggu (22/6/2025). Mayor Jenderal Esmaeli Kowsari, seorang anggota Komisi Keamanan Nasional di Parlemen Iran, secara gamblang menyatakan melalui televisi Iran Press TV, “Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup.” Keputusan ini sontak memicu kekhawatiran global akan terganggunya distribusi energi.

Potensi gangguan pada aliran minyak melalui selat tersebut diprediksi akan memiliki konsekuensi berat bagi pasar-pasar utama, terutama China, India, Jepang, dan Korea Selatan, yang pada tahun 2024 mengimpor sebagian besar minyak dan gas mereka melalui jalur ini. Meskipun impor minyak Amerika Serikat melalui Selat Hormuz hanya mencakup 7% dari total impor dan 2% dari konsumsi minyak bumi cairnya selama periode yang sama, para pejabat telah memperingatkan bahwa setiap gangguan di selat ini dapat secara luas mengacaukan pasar energi dan ekonomi internasional.

Di sisi lain, Airlangga Hartarto juga menegaskan bahwa produksi minyak nasional atau lifting tidak secara langsung berkaitan dengan konflik geopolitik. Ia menjelaskan bahwa tingkat lifting lebih ditentukan oleh aktivitas eksplorasi yang sedang berjalan. “Kalau lifting kan tidak terkait dengan perang. Lifting terkait dengan eksplorasi,” terangnya.

Kendati demikian, pemerintah tetap memegang prinsip kehati-hatian dalam menghadapi situasi global yang penuh ketidakpastian. “Kita tunggu saja. Ketidakpastian dan unpredictability harus kita jaga,” pungkasnya, menunjukkan komitmen untuk terus memantau dan bersiap menghadapi segala kemungkinan yang muncul dari dinamika harga minyak global dan situasi geopolitik Timur Tengah.

Share:

Related Post

Tinggalkan komentar