Dolar AS Anjlok! Pasar Ragu Trump & The Fed?

devisella116@gmail.com

0 Comment

Link

JAKARTA, KOMPAS.com – Nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) sedang berada di bawah tekanan signifikan, mendekati level terendah dalam 3,5 tahun terakhir terhadap euro dan pound sterling. Gejolak di pasar keuangan global ini mencerminkan dua faktor utama: meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS, The Fed, serta spekulasi intens seputar masa depan Ketua Federal Reserve Jerome Powell di bawah potensi pemerintahan Presiden Donald Trump.

Kondisi pelemahan ini terlihat jelas pada Jumat (27/6/2025), di mana indeks dollar AS, yang mengukur kekuatan mata uang Negeri Paman Sam terhadap enam mata uang utama dunia, mencapai posisi 97,398. Angka ini menandai level terendah sejak Maret 2022, menggambarkan kemerosotan yang berkelanjutan.

Dalam sebulan terakhir, indeks dollar AS telah terkoreksi sebesar dua persen, melanjutkan tren penurunan selama enam bulan berturut-turut. Bahkan, sejak awal tahun, nilai tukar dollar AS telah anjlok lebih dari 10 persen, menunjukkan sentimen negatif yang mendalam terhadap mata uang tersebut.

Analisis dari para ahli turut memperkuat pandangan ini. Carol Kong, seorang analis strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia (CBA), menyatakan, “Semakin cepat pengganti Powell diumumkan, semakin cepat ia bisa dianggap sebagai ‘bebek lumpuh’.” Pernyataan ini menyoroti bagaimana ketidakpastian politik di AS dapat berdampak langsung pada posisi dollar AS di mata pasar.

Masa jabatan Jerome Powell sebagai Ketua The Fed sejatinya baru akan berakhir pada Mei 2026. Namun, pernyataannya yang cenderung “dovish” atau longgar dalam sidang Kongres AS pekan ini telah memicu ekspektasi pasar bahwa pemangkasan suku bunga akan dilakukan lebih agresif dari perkiraan semula. Saat ini, pelaku pasar memproyeksikan potensi pemangkasan suku bunga tahun ini bisa mencapai 64 basis poin, jauh lebih tinggi dari estimasi sebelumnya yang hanya 46 basis poin.

Isu penggantian Powell semakin memanas mengingat Donald Trump diketahui belum secara resmi menunjuk kandidat pengganti. Meskipun demikian, beberapa sumber menyebutkan bahwa nama-nama calon yang mendukung kebijakan moneter longgar sudah mulai dipertimbangkan. Kecenderungan Trump untuk memilih figur yang cenderung “dovish” ini diyakini akan menambah tekanan pada nilai dollar AS.

“Untuk saat ini, ekspektasi Presiden Trump akan memilih ketua yang lebih dovish akan terus menekan harga FOMC dan dollar AS,” tambah Carol Kong, menjelaskan korelasi antara kebijakan politik dan pergerakan mata uang.

Sementara dollar AS melemah, mata uang utama lainnya menunjukkan penguatan signifikan. Nilai tukar euro kini berada di kisaran 1,16885 dollar AS (sekitar Rp 19.287), setelah sempat mencapai 1,1745 dollar AS (Rp 19.379) pada sesi sebelumnya. Demikian pula, pound sterling mendekati puncaknya di 1,3725 dollar AS (Rp 22.646), tidak jauh dari rekor yang dicapai pada Oktober 2021.

Tak hanya itu, mata uang yang kerap dianggap sebagai safe haven seperti yen Jepang dan franc Swiss juga turut menguat. Yen diperdagangkan di level 144,56 per dollar AS, sementara franc Swiss melonjak ke angka 0,8013 per dollar AS, mendekati level tertingginya dalam satu dekade terakhir. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran minat investor mencari aset yang lebih stabil di tengah ketidakpastian.

Di Asia, dollar Australia yang sering disebut sebagai proksi risiko, naik ke 0,6564 dollar AS (Rp 10.831), menjadikannya yang tertinggi dalam tujuh bulan terakhir. Bahkan dollar Taiwan pun menguat hingga menyentuh titik terkuatnya sejak April 2022, menggambarkan sentimen regional yang serupa.

Seorang pedagang mata uang di Taiwan kepada Reuters mengkonfirmasi tren ini, menyatakan, “Semua orang menjual dollar AS, investor asing menjual, dan eksportir juga menjual. Bahkan pagi ini, kami punya klien besar yang melepas seluruh posisi dollar AS mereka.” Ini menunjukkan penjualan massal dollar AS yang terjadi di berbagai segmen pasar.

Selain dinamika The Fed dan spekulasi politik, pasar keuangan global juga mencermati tenggat waktu 9 Juli untuk kesepakatan perdagangan baru yang diusung oleh Donald Trump. Jika kesepakatan tersebut tidak tercapai, Trump mengancam akan memberlakukan tarif timbal balik terhadap negara-negara mitra dagang utama, yang berpotensi menambah tekanan pada dollar AS.

Pelemahan dollar AS yang berkelanjutan ini menjadi indikator kuat bagaimana dinamika politik internal dan kebijakan moneter di Amerika Serikat secara signifikan memengaruhi persepsi global terhadap stabilitas ekonomi negara tersebut. Sentimen pasar yang kini cenderung menghindari greenback memperkuat keyakinan bahwa investor secara aktif mencari alternatif aset yang dianggap lebih aman dan stabil di tengah ketidakpastian global.

Baca juga: Harga Emas Dunia Diramal Tembus 4.000 Dollar AS, Defisit Anggaran AS Jadi Pemicu Utama

Baca juga: Investor Beralih ke Bitcoin Saat Harga Emas Terkoreksi dan The Fed Tahan Suku Bunga

Baca juga: AS Bela Israel dan Serang Iran, Harga Minyak Dunia Bisa Tembus 130 Dollar AS Per Barrel

Share:

Related Post

Tinggalkan komentar