Serangkaian cuitan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Selasa (17/06) lalu terkait Iran sontak memicu keheranan. Bagaimana tidak, rentetan pernyataan Trump tersebut tampak kontradiktif dengan pernyataan sejumlah pejabat tinggi AS, termasuk Menteri Luar Negeri saat itu, Marco Rubio, yang bersikeras bahwa Amerika Serikat tidak terlibat dalam serangan Israel ke Iran yang dimulai sejak Jumat (13/06).
Melalui platform media sosial X, Trump mencuit dengan nada tinggi: “Kami sekarang memiliki kendali penuh dan absolut atas langit Iran.”
“Iran memiliki radar udara canggih dan sistem pertahanan lainnya, dan jumlahnya banyak. Tetapi, itu semua tidak sebanding dengan apa yang diciptakan, dirancang, dan diproduksi di Amerika Serikat. Tidak ada yang melakukannya lebih baik dari Amerika Serikat.”
Tak berhenti di situ, dalam cuitan berikutnya, Trump menulis: “Kami tahu persis di mana sosok yang disebut ‘Pemimpin Tertinggi’ bersembunyi.”
“Dia adalah target yang mudah, tetapi aman di sana – Kami tidak akan menghabisinya (membunuhnya!), setidaknya untuk saat ini.”
Kemudian, dalam pesan ketiga yang bernada ultimatum, Trump menulis: “MENYERAH TANPA SYARAT!”
Rangkaian pesan Trump, yang ditulis menggunakan sudut pandang orang pertama jamak, mengindikasikan perubahan sikap yang signifikan. Lantas, dengan mempertimbangkan berbagai pernyataan kontroversial tersebut, opsi apa saja yang kini tersedia bagi Trump dalam menyikapi situasi tegang antara Israel dan Iran?
1. Tunduk pada Tekanan Netanyahu dan Menyerang Iran
Ketika rudal Israel menghantam Teheran pada Jumat (13/06), Trump sempat mengancam para pemimpin Iran dengan balasan yang “lebih brutal” dari serangan Israel. Retorika ini mengisyaratkan eskalasi konflik yang mengkhawatirkan.
Tujuan akhir Trump, yang sejalan dengan pandangan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, adalah mencegah Iran memiliki senjata nuklir. Untuk mencapai tujuan tersebut, Trump lebih memilih jalur perundingan langsung antara AS dan Iran. Ia ingin dikenang sebagai seorang “pembuat kesepakatan kelas dunia,” sebuah gelar yang sangat ia dambakan.
Namun, sikap Trump seringkali terlihat inkonsisten. Kadang ia melontarkan ancaman kekerasan yang membara, di lain waktu ia justru mendorong upaya diplomasi yang lebih lembut. Bahkan, beberapa waktu lalu, ia sempat menyatakan bahwa serangan Israel terhadap Iran justru dapat membantu terwujudnya kesepakatan, atau malah “menghancurkannya” sama sekali.
Para pendukung Trump terkadang melihat ketidakpastian dalam pendekatannya sebagai strategi yang disengaja—sebuah teori yang dikenal sebagai “teori orang gila” dalam hubungan internasional.
Teori “orang gila” menggambarkan taktik negosiasi Trump yang penuh kalkulasi, di mana ketidakpastian sengaja diciptakan untuk memaksa lawan (atau bahkan sekutu) untuk patuh. Taktik serupa pernah dikaitkan dengan Presiden Richard Nixon pada era Perang Dingin.
Sejumlah penasihat dan pendukung Trump mendukung penerapan ‘teori orang gila’ dalam pendekatannya terhadap Iran. Mereka beranggapan bahwa ancaman pada akhirnya akan berhasil, karena mereka menilai Iran tidak serius dalam bernegosiasi. Anggapan ini muncul meskipun pada tahun 2015, Iran menandatangani kesepakatan nuklir yang dipimpin oleh pemerintahan Obama, yang kemudian dicabut oleh Trump.
Netanyahu selama ini terus menekan Trump untuk memilih jalur militer, bukan diplomasi. Trump, meskipun sering mengungkapkan keinginannya untuk meraih Hadiah Nobel Perdamaian, mungkin pada akhirnya merasa perlu untuk menyampaikan ancaman yang lebih agresif terhadap Teheran.
Di balik layar, Israel diduga kuat terus mendorong agar AS turut serta dalam serangan terhadap Iran.
Amerika Serikat memiliki bom penghancur bunker yang diyakini mampu menghancurkan fasilitas pengayaan uranium Fordow, yang terletak 90 meter di bawah tanah.
Mantan kepala dinas intelijen Inggris MI6, Sir John Sawers, mengungkapkan kepada BBC bahwa Israel belum menargetkan sejumlah fasilitas nuklir terpenting di Iran karena keterbatasan kapasitas militer mereka untuk menghancurkan target yang berada jauh di bawah tanah.
“Hanya Amerika yang memilikinya,” kata Sawers.
Menurut Sawers, tujuan utama Israel adalah “menjerumuskan Amerika ke dalam konflik,” sehingga kekuatan militer AS dapat digunakan untuk menghancurkan fasilitas nuklir Iran.
Kini, Sawers menambahkan, keputusan besar yang sedang dipertimbangkan di Washington adalah “apakah kita akan bergabung dengan Israel” atau mencari solusi diplomatik?
Opsi diplomatik saat ini tampak semakin sulit, mengingat perundingan yang sedianya berlangsung di Oman beberapa waktu lalu telah dibatalkan.
2. Tidak Menyerang Iran Secara Aktif
Trump sempat menegaskan bahwa AS tidak terlibat dalam serangan Israel terhadap Iran. Pernyataan ini mengisyaratkan keengganan untuk terlibat langsung dalam konflik tersebut.
Terlibat langsung dalam serangan terhadap Iran mengandung risiko yang signifikan dan berpotensi merusak citra Trump sebagai seorang pembuat kesepakatan kelas dunia. Reputasi ini sangat penting baginya.
Meskipun tidak ikut menyerang Iran secara aktif, kapal Angkatan Laut AS dan sistem pertahanan udara AS telah memberikan bantuan dalam melindungi Israel dari serangan Iran. Dukungan tidak langsung ini memungkinkan AS untuk menjaga stabilitas tanpa harus terlibat langsung dalam konflik.
Sejumlah penasihat Trump di Dewan Keamanan Nasional kemungkinan akan memperingatkannya untuk menghindari tindakan yang dapat memperburuk eskalasi serangan Israel terhadap Iran dalam beberapa hari mendatang.
Bahkan, menurut seorang pejabat AS, Trump pernah menyampaikan kepada Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bahwa membunuh Ayatollah Ali Khamenei bukanlah “ide yang bagus.”
3. Mendengarkan Suara Para Pendukung dan Mundur dari Konflik Israel-Iran
Salah satu faktor politik yang memengaruhi pemikiran Trump adalah basis pendukungnya di dalam negeri.
Sebagian besar anggota Partai Republik di Kongres masih menunjukkan dukungan kuat terhadap Israel, termasuk kelanjutan pasokan senjata Amerika ke negara tersebut. Banyak dari mereka yang secara vokal mendukung serangan Israel terhadap Iran.
Namun, ada beberapa tokoh penting dalam gerakan “Make America Great Again” (Maga) Trump yang secara terbuka menolak dukungan untuk Israel. Perbedaan pendapat ini menciptakan dinamika internal yang menarik.
Dalam beberapa hari terakhir, mereka mempertanyakan mengapa AS harus mengambil risiko terseret ke dalam perang di Timur Tengah, mengingat Trump berjanji untuk mengutamakan kepentingan rakyat AS, atau “America First.”
Jurnalis pro-Trump, Tucker Carlson, menulis kritik pedas pada hari Jumat yang menyerukan agar AS “meninggalkan Israel.”
Ia menuduh Netanyahu “dan pemerintahannya yang haus perang” sengaja menyeret pasukan AS untuk berperang demi kepentingan Israel.
Carlson menulis: “Terlibat dalam hal itu [serangan] sama saja menunjukkan jari tengah ke wajah jutaan pemilih yang memberikan suara mereka dengan harapan memiliki pemerintahan yang mengutamakan Amerika Serikat.”
Senada dengan Carlson, politikus AS pendukung setia Trump, Marjorie Taylor Greene, mengunggah di X: “Siapa pun yang ingin AS terlibat sepenuhnya dalam perang Israel/Iran bukanlah America First/MAGA.”
Suara-suara ini memberikan tekanan pada Trump untuk tidak terlibat dalam serangan Israel terhadap Iran. Sejauh ini, ada tanda-tanda, setidaknya di depan publik, bahwa ia telah menanggapinya.
Sentimen dari kubu Maga pada akhir pekan lalu bertepatan dengan unggahannya di media sosial yang menyatakan keselarasan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam menyerukan diakhirinya perang.
Pada hari Minggu, ia mengatakan bahwa Iran dan Israel harus mencapai kesepakatan, seraya menambahkan: “AS tidak ada hubungannya dengan serangan terhadap Iran.”
Iran telah mengancam akan menyerang pangkalan AS di Timur Tengah jika Washington membantu pertahanan Israel.
Risiko warga AS menjadi korban dalam konflik Israel-Iran kemungkinan akan memperkuat argumen isolasionis dari gerakan Maga. Hal ini berpotensi menambah tekanan pada Trump untuk menarik diri dari konflik Israel-Iran dan mendesak Netanyahu untuk mengakhiri serangan lebih cepat.
- Trump minta Iran ‘menyerah tanpa syarat’, Ayatollah Ali Khamenei serukan ‘perang dimulai’
- Israel bertekad menggulingkan rezim Iran – Pertaruhan besar Netanyahu
- Siapa Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei dan seberapa berpengaruh keluarganya?
- Apa skenario terburuk jika pertikaian Iran dan Israel memanas?
- Di mana lokasi fasilitas nuklir Iran dan mana saja yang diserang Israel?
- https://www.bbc.com/indonesia/articles/c3wdg7pj50lo
- ‘Minta doanya saja’ – Kisah WNI yang terjebak konflik Iran-Israel
- Seberapa besar kekuatan militer Iran jika dibandingkan dengan Israel?
- Menilik sejarah permusuhan Israel dan Iran
Tinggalkan komentar