Kuota Impor Sapi Dibebaskan: Apa Dampaknya Bagi Harga Daging?

devisella116@gmail.com

0 Comment

Link

businesscarddiscounts.com – , Jakarta – Pemerintah Indonesia secara resmi menghapus batasan kuota impor sapi hidup, sebuah langkah strategis untuk memastikan ketersediaan pasokan dan pemerataan akses. Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan agar kuota impor tidak lagi dimonopoli oleh segelintir importir. “Jangan sampai yang dapat itu dia lagi, dia lagi. Kita tidak mau,” ujar Sudaryono di gedung Kementerian Pertanian, Selasa, 17 Juni 2025.

Sudaryono menjelaskan, kebijakan tanpa batas kuota ini merupakan wujud demokrasi yang berkeadilan, namun secara spesifik hanya berlaku untuk jenis sapi bakalan atau komoditas pangan yang ditujukan untuk konsumsi daging. Ia menambahkan, sapi bakalan masuk ke dalam neraca perdagangan, yang memungkinkan pemerintah menghitung jumlah kebutuhan daging dalam satu tahun, lalu menentukan berapa banyak produksi dalam negeri. “Kemudian ketemulah satu angka yang harus kita impor,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) telah menjamin tidak ada lagi pembatasan kuota impor sapi hidup. Kebijakan ini digulirkan untuk menjamin ketersediaan pasokan daging hingga susu serta memperkuat ketahanan pangan nasional. Zulhas mengungkapkan, kini importir dapat mengimpor sapi hidup tanpa batasan untuk berbagai tujuan, mulai dari penggemukan, pemotongan, hingga produksi susu demi mendukung industri peternakan dan kebutuhan konsumsi masyarakat.

“Sekarang kan kita buka lebar. Impor sapi yang hidup, impor sapi yang hidup baik untuk potong, penggemukan maupun untuk susu. Sekarang kan bebas, kita bebaskan,” kata Zulhas dalam peringatan Hari Susu Nusantara 2025 di Jakarta, seperti dikutip dari Antara 15 Juni 2025. Dengan kebijakan tanpa kuota ini, Zulhas menyampaikan adanya peluang yang lebih besar bagi industri pengolahan susu nasional untuk meningkatkan volume produksi dan kualitas pasokan, sekaligus memperkuat rantai pasok dari hulu ke hilir. “Nggak ada kuota-kuota lagi, nggak ada. Jadi sapi hidup, apakah untuk digemukkan, apakah untuk susu. Sekarang nggak ada kuota, bebas, bebas,” tegas Zulhas. Namun, ia tidak merinci detail teknis pelaksanaan kebijakan tersebut dan langsung meninggalkan lokasi usai menjawab pertanyaan awak media.

Dalam kesempatan terpisah pada Januari lalu, Sudaryono juga mengungkapkan rencana pemerintah untuk mendatangkan 200 ribu ekor sapi perah impor hingga akhir 2025. Inisiatif ini bertujuan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan susu dalam program makan bergizi gratis (MBG) serta menjadi bentuk investasi pembangunan pabrik susu di dalam negeri. “Di tahun 2025 ada 200 ribu sapi. Kita kebut semua, termasuk lahan dan lain-lain,” ucap Sudaryono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 14 Januari 2025.

Sudaryono menuturkan, pihaknya juga tengah mempercepat penyediaan lahan peternakan untuk menampung sapi perah pada kala itu. “Yang jelas ini bukan negara impor, tapi orang berinvestasi. Boleh dong bikin pabrik, di Indonesia ini bikin pabrik susu dengan sapinya didatangkan,” jelasnya, menegaskan bahwa ini adalah bentuk investasi, bukan sekadar impor barang konsumsi.

Komitmen tersebut mulai terealisasi dengan kedatangan 50 ekor sapi perah bunting jenis Frisian Holstein asal Australia di Indonesia pada Januari lalu, yang ditujukan untuk program MBG. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Suganda menyatakan, langkah ini sejalan dengan target pemerintah untuk menambah 1 juta ekor sapi perah dalam lima tahun ke depan. Ini juga merupakan wujud komitmen nyata sektor swasta untuk berperan dalam percepatan investasi di Indonesia.

Terkait penyediaan susu sapi dalam program MBG, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi pada Senin, 6 Januari 2025, menjelaskan bahwa susu tidak diwajibkan setiap hari. Hal ini mengingat pasokan susu yang belum merata di setiap daerah. “Paling sedikit itu seminggu sekali, tidak wajib susu itu, bukan menu wajib, karena suplai susu kan belum merata di setiap daerah,” kata Hasan, dilansir dari Antara.

Ni Kadek Trisna Cintya Dewi dan Alfitria Nefi P berkontribusi dalam artikel ini.

Tags:

Share:

Related Post

Tinggalkan komentar