Logam Industri 2024: Peluang di Tengah Fluktuasi Harga?

devisella116@gmail.com

0 Comment

Link

Di tengah gejolak dan ketidakpastian ekonomi global, pasar komoditas justru menyaksikan fenomena mengejutkan: harga logam industri menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Meski demikian, prospek cerah bagi komoditas vital seperti aluminium, timah, dan nikel masih harus berhadapan dengan bayang-bayang sejumlah faktor risiko yang berpotensi menekan pergerakan harganya.

Kenaikan ini terekam jelas dalam data Trading Economics yang menunjukkan performa impresif selama sepekan hingga Jumat (27/6). Harga aluminium melonjak 2,14% mencapai US$ 2.598,8 per ton. Tak kalah gemilang, harga timah meroket 4,21% ke level US$ 33.794 per ton, sementara harga nikel juga menguat 1,43% menuju US$ 15.230 per ton.

Menurut Sutopo Widodo, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, momentum kenaikan logam industri ini terutama dipicu oleh optimisme pasar yang kuat terhadap pemulihan ekonomi global. Harapan ini sangat terasa di sektor manufaktur dan konstruksi, yang merupakan konsumen utama di berbagai negara. Selain itu, dinamika pasokan turut berperan signifikan; gangguan di beberapa wilayah kunci telah membatasi ketersediaan bahan baku, secara langsung memicu kenaikan harga.

Sutopo memproyeksikan bahwa laju kenaikan logam industri ini kemungkinan besar akan berlanjut hingga akhir tahun, meskipun dengan variasi kecepatan antar komoditas. Ia menjelaskan, aluminium diuntungkan oleh permintaan yang stabil dari sektor otomotif dan konstruksi, diperparah oleh kendala pasokan dari produsen utama. Sementara itu, permintaan nikel didominasi oleh pesatnya pertumbuhan industri baterai kendaraan listrik. Adapun timah, meski pasokannya relatif terbatas, permintaannya tetap konsisten tinggi dari sektor elektronik.

Namun, pandangan lebih hati-hati disampaikan oleh Lukman Leong, Analis Doo Financial Futures. Ia menyoroti bahwa lonjakan harga saat ini masih rentan terhadap pembalikan arah dan cenderung bersifat spekulatif. Kekhawatiran utamanya adalah akan segera berakhirnya masa penundaan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. “Isu ini akan kembali menjadi perhatian utama investor pada pekan depan,” tegas Lukman.

Lukman turut mengamati adanya perbedaan pergerakan yang kontras dengan sektor logam mulia. Perak dan platinum, yang digolongkan sebagai logam semi-mulia semi-industri, justru menunjukkan tren kenaikan didorong oleh permintaan industri yang kuat. Sementara itu, harga emas yang mengalami koreksi dinilai Lukman sebagai fase konsolidasi setelah lonjakan signifikan yang terjadi sepanjang tahun lalu dan awal tahun ini.

Terlepas dari optimisme pasar, tidak dapat dipungkiri bahwa prospek logam industri akan terus diwarnai oleh fluktuasi yang signifikan. Pergerakan harganya sangat bergantung pada dinamika perkembangan ekonomi global secara keseluruhan.

Dalam menghadapi ketidakpastian ini, para analis menyampaikan proyeksi harga yang bervariasi hingga akhir tahun 2025. Lukman Leong memperkirakan harga aluminium akan berada di kisaran US$ 2.300 per ton, timah di US$ 30.000 – US$ 32.000 per ton, dan nikel di US$ 15.000 – US$ 15.500 per ton. Di sisi lain, Sutopo Widodo memberikan proyeksi yang lebih optimis, dengan perkiraan harga aluminium mencapai sekitar US$ 2.800 per ton. Untuk timah, ia melihat potensi pergerakan di kisaran US$ 33.000 – US$ 34.500 per ton, dan nikel di US$ 16.000 – US$ 17.500 per ton. Perbedaan proyeksi ini mencerminkan kompleksitas pasar dan berbagai faktor yang harus dipertimbangkan investor.

Tags:

Share:

Related Post

Tinggalkan komentar