Jakarta – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan optimisme tinggi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berpotensi mencapai angka 8 hingga 9 persen. Keyakinan ini muncul meskipun lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan proyeksi yang lebih konservatif, yakni 4,7 persen untuk tahun ini, yang merupakan penurunan dari prediksi sebelumnya sebesar 5,1 persen.
Luhut meyakini bahwa program-program yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi kunci untuk mencapai target pertumbuhan ambisius tersebut. Salah satu program andalan adalah Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dialokasikan anggaran sebesar Rp 171 triliun. Bahkan, Luhut menyebutkan bahwa anggaran untuk program ini dapat meningkat hingga Rp 300 triliun pada tahun mendatang.
“Program ini dapat menciptakan pemerataan secara langsung, sehingga memunculkan simpul-simpul ekonomi baru di berbagai daerah,” ujar Luhut kepada wartawan di sela-sela acara International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di JCC Senayan, Kamis, 12 Juni 2025.
Lebih lanjut, Luhut menjelaskan bahwa program MBG berpotensi besar mendorong pertumbuhan ekonomi jika diimplementasikan dengan baik. Tim DEN yang ditugaskan untuk memantau perkembangan program ini telah memberikan laporan positif. Meskipun demikian, Luhut menekankan pentingnya pengawasan berkelanjutan terhadap program MBG.
“Dengan konsistensi dalam menjalankan program ini, saya berpendapat bahwa angka pertumbuhan ekonomi 8-9 persen masih sangat mungkin tercapai pada tahun 2028, 2029, dan 2030,” tegas Luhut, menunjukkan keyakinannya pada potensi jangka panjang program tersebut.
Di sisi lain, Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menekankan pentingnya respons serius pemerintah terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang direvisi oleh IMF dan Bank Dunia. “Koreksi dari IMF harus menjadi alarm serius bahwa kebijakan ekonomi kita perlu direkonstruksi dengan fondasi baru,” kata Achmad dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Ahad, 27 April 2025.
Menurut Achmad, penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal. Ia berpendapat bahwa kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat, Doland Trump, hanyalah pemicu, bukan penyebab utama.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, Pendiri Narasi Institute ini merekomendasikan lima strategi ekonomi baru yang perlu dipertimbangkan pemerintah. Pertama, perlindungan terhadap industri dalam negeri harus ditingkatkan secara cerdas, dengan fokus pada substitusi impor untuk produk-produk strategis dan penciptaan ekosistem inovasi berbasis teknologi domestik.
Kedua, pendekatan fiskal yang lebih progresif dan selektif diperlukan. Alih-alih memperluas subsidi konvensional, pemerintah sebaiknya mendorong belanja berbasis produktivitas, seperti pendidikan vokasi, penguatan UMKM, dan insentif bagi sektor manufaktur bernilai tambah tinggi.
Ketiga, pemerintah perlu mengambil kebijakan yang pro kelas menengah, karena kelompok ini merupakan motor penggerak konsumsi dan stabilitas ekonomi.
Keempat, restrukturisasi utang jangka panjang dan evaluasi ulang proyek-proyek infrastruktur yang tidak produktif menjadi krusial. Fokus harus dialihkan pada proyek-proyek yang berorientasi pada kebutuhan rakyat, seperti transportasi publik, sanitasi, dan energi terbarukan.
Kelima, Indonesia perlu mendesain ulang insentif investasi dengan target yang jelas, yaitu investasi yang menciptakan lapangan kerja berkualitas dan transfer teknologi. Achmad merekomendasikan agar pengawasan pemerintah terhadap investasi spekulatif diperketat.
Pilihan Editor: Mengapa Usul Kenaikan Pajak Rumah Tapak Menuai Kritik?
Tinggalkan komentar