TEHERAN, KOMPAS.com – Di tengah eskalasi konflik antara Iran dan Israel yang mengkhawatirkan, Reza Pahlavi, putra mendiang Shah Iran, menyerukan sebuah tindakan drastis: agar pasukan keamanan Iran berbalik arah dan meninggalkan pemerintahan Ayatollah Ali Khamenei. Seruan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan, bahkan mengarah pada potensi perang langsung antara Israel dan Iran.
Dalam pernyataan yang dirilis pada Jumat, 13 Juni 2025, Pahlavi dengan tegas menyalahkan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, atas keterlibatan Iran dalam konflik yang berbahaya ini. Lebih lanjut, ia menggambarkan pemerintahan Teheran saat ini sebagai pemerintahan yang lemah dan terpecah belah.
Baca juga: Iran Konfirmasi Komandan Kedirgantaraan Amirali Hajizadeh Tewas dalam Serangan Israel
“Iran berada di titik nadir dan bisa runtuh,” tegas Pahlavi. “Seperti yang telah saya katakan kepada rakyat saya, Iran adalah milik Anda, dan hanya Anda yang berhak merebutnya kembali. Saya berdiri bersama Anda. Tetaplah kuat, dan kita pasti akan menang,” imbuhnya, menyemangati rakyat Iran dalam pernyataan tersebut.
Fokus utama seruannya adalah imbauan kepada aparat keamanan untuk membelot dari rezim yang berkuasa. “Kepada militer, polisi, dan seluruh pasukan keamanan Iran, saya katakan: pisahkan diri Anda dari rezim ini. Hormati sumpah setia seorang prajurit yang terhormat. Bergabunglah dengan rakyat,” pintanya, seperti yang dilaporkan oleh AFP pada Sabtu, 14 Juni 2025.
Pesan Pahlavi tidak hanya ditujukan kepada rakyat Iran, tetapi juga kepada komunitas internasional. “Kepada masyarakat internasional, saya meminta: jangan lagi berikan ‘tali penyelamat’ kepada rezim yang sekarat ini,” serunya, mendesak agar dukungan terhadap pemerintah Iran dihentikan.
Reza Pahlavi, figur yang mewakili sisa-sisa monarki dan harapan gerakan sekuler, adalah pewaris tahta dari monarki pro-Barat Iran yang digulingkan oleh Revolusi Islam pada tahun 1979. Sejak saat itu, ia hidup dalam pengasingan di dekat Washington, Amerika Serikat (AS).
Meskipun berasal dari dinasti monarki yang pernah berkuasa, Pahlavi menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki ambisi untuk mengembalikan kerajaan. Sebaliknya, ia memilih menggunakan nama dan pengaruhnya untuk mendukung gerakan demokrasi yang sekuler di Iran.
Baca juga: Imbas Perang Israel-Iran, Drone dan Rudal Nyasar Masuk Wilayah Yordania
Menariknya, di bawah pemerintahan mendiang Mohammad Reza Pahlavi, Iran dan Israel pernah menjadi sekutu dekat. Kini, putranya, Reza Pahlavi, juga dikenal memiliki hubungan yang baik dengan Israel. Bahkan, ia sempat melakukan kunjungan ke negara tersebut dua tahun lalu.
Komunitas diaspora Iran yang pro-monarki, sering terlihat mengibarkan bendera kekaisaran Iran, juga secara terbuka menunjukkan dukungan mereka terhadap Israel dalam berbagai aksi unjuk rasa. Salah satunya terjadi setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Pahlavi juga dikenal sebagai kritikus vokal terhadap pemerintahan Republik Islam Iran, terutama sejak meletusnya protes massal pada tahun 2022.
Baca juga: Serangan Israel, Iran: Ini adalah Deklarasi Perang
Aksi protes tersebut dipicu oleh kematian Mahsa Amini, seorang wanita muda yang meninggal dunia setelah ditahan oleh polisi moralitas karena diduga melanggar aturan berpakaian yang berlaku di negara tersebut.
Tinggalkan komentar