JAKARTA, KOMPAS.com – Proyeksi penurunan harga nikel global diperkirakan akan memberikan dampak signifikan terhadap kinerja saham perusahaan penambang nikel.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, rata-rata harga nikel yang mencapai 25.834 dollar AS per ton pada tahun 2022, telah menunjukkan tren penurunan secara bertahap. Angka ini melorot menjadi rata-rata 21.521 dollar AS pada tahun 2023, dan diperkirakan anjlok drastis ke level 16.814 dollar AS pada tahun 2024. Bahkan, per 13 Juni 2025, Trading Economics mencatat harga nikel diperdagangkan di kisaran 15.112 dollar AS per ton.
Koreksi harga nikel global ini, menurut Analis sekaligus VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, dipicu oleh beberapa faktor utama. Salah satunya adalah melimpahnya pasokan (oversupply) di pasar. Ia menyoroti bahwa meskipun ada wacana pembatasan produksi oleh pemerintah Indonesia, dampaknya belum terasa sepenuhnya, mengingat 63 persen produksi nikel dunia berasal dari Indonesia.
Selain faktor pasokan, penurunan harga nikel juga disebabkan oleh kekhawatiran akan melemahnya permintaan baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Hal ini terutama dipicu oleh tren produsen mobil di China yang beralih menggunakan baterai jenis Lithium Ferro Phosphate (LFP) yang tidak memerlukan komponen nikel.
Kendati demikian, Audi memberikan pandangan yang lebih optimistis. Ia menjelaskan bahwa permintaan nikel primer untuk produksi baja tahan karat (stainless steel) diperkirakan akan tumbuh stabil sebesar 4-5 persen hingga tahun 2027. Di samping itu, ia meyakini bahwa permintaan nikel dalam ekosistem EV tetap akan resilien, meskipun ada adopsi LFP. Hal ini didukung oleh biaya produksi baterai berbasis nikel yang cenderung lebih efisien. Kebutuhan hilirisasi yang masih sangat tinggi di Indonesia juga diproyeksikan akan menjadi penopang pergerakan harga nikel di masa mendatang.
Fluktuasi harga nikel global ini tentu saja akan memengaruhi pendapatan produsen nikel dan produk turunannya. Sebagai contoh, pada kuartal I-2025, saat harga nikel bergerak di level 15.000-16.000 dollar AS per ton, terlihat korelasi positif pada kinerja keuangan sejumlah perusahaan. Laba bersih (bottom line) Vale Indonesia (INCO) tercatat melesat 267 persen secara tahunan menjadi Rp 357 miliar. Sementara itu, laba bersih Trimegah Bangun Persada (NCKL) melonjak 65 persen secara tahunan mencapai Rp 1,65 triliun, dan Aneka Tambang (ANTM) membukukan peningkatan laba bersih fantastis hingga 794 persen secara tahunan menjadi Rp 2,1 triliun.
Mengakhiri analisanya, Audi memproyeksikan bahwa pada semester II-2025, harga nikel masih akan bergerak dalam rentang level 14.500-16.500 dollar AS per ton. Dengan proyeksi ini, potensi pendapatan dari sektor ini diperkirakan tetap tumbuh secara resilien.
Berikut adalah beberapa saham dari sektor nikel yang dapat menjadi perhatian bagi investor:
- Vale Indonesia (INCO): Buy, target price (TP): 3.650
- Trimegah Bangun Persada (NCKL): Trading Buy, target price (TP): 820
- Aneka Tambang (ANTM): Buy, target price (TP): 3.450
Tinggalkan komentar