Saham Rumah Sakit Tertekan? Analis Ungkap Tantangan & Rekomendasi!

devisella116@gmail.com

0 Comment

Link

businesscarddiscounts.com JAKARTA. Sektor rumah sakit di Indonesia tengah dihadapkan pada serangkaian tantangan signifikan dalam jangka pendek. Meskipun demikian, para analis meyakini bahwa prospek jangka panjang industri ini tetap cerah, didorong oleh resiliensi kinerja para emiten rumah sakit serta upaya berkelanjutan dalam efisiensi operasional.

Salah satu hambatan utama yang mencuat adalah penundaan implementasi penuh sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) oleh Kementerian Kesehatan, yang kini ditargetkan hingga Desember 2025. Penundaan ini terjadi lantaran baru sekitar 57% dari 2.554 rumah sakit nasional yang memenuhi standar fasilitas yang ditetapkan. Kendala terbesar meliputi keterbatasan peralatan esensial seperti nurse call system dan sekat tempat tidur, serta ruang rawat inap yang belum sesuai standar.

Menurut Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila, penundaan KRIS ini memang memberikan waktu bagi rumah sakit untuk beradaptasi secara operasional. Namun, di sisi lain, hal ini berpotensi memperlambat tercapainya efisiensi sistem kesehatan yang lebih terintegrasi dengan teknologi. “Efisiensi biaya anggaran kesehatan juga akan tertunda, sehingga belum ada insentif tinggi untuk mendukung sektor kesehatan,” jelas Indy kepada Kontan.co.id pada Jumat (13/6).

Tantangan lain dalam jangka pendek datang dari Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) 7/2025. Regulasi ini mewajibkan co-payment minimum sebesar 10% dari total klaim untuk pasien asuransi kesehatan swasta. Indy Naila berpandangan bahwa kebijakan ini dapat menekan volume pasien, yang pada gilirannya akan berdampak pada tekanan margin, terutama bagi rumah sakit yang mayoritas melayani pasien asuransi korporat.

Emiten Rumah Sakit Hadapi Sejumlah Tantangan, Begini Rekomendasi Analis

VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, menambahkan bahwa efek SEOJK 7/2025 juga berpotensi mendorong efisiensi biaya oleh perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi diperkirakan akan lebih ketat dalam menyetujui tindakan medis karena nasabah turut menanggung sebagian biaya. Kendati demikian, dalam jangka panjang, tren ini justru akan membangun permintaan terhadap emiten rumah sakit yang memiliki reputasi positif dan menawarkan harga yang kompetitif.

“Kami berpandangan positif pada emiten rumah sakit dengan sistem digital kuat dan segmen pasar menengah-atas, seperti MIKA dan HEAL,” sebut Oktavianus, menyoroti pentingnya adaptasi teknologi dan fokus pasar.

Lebih lanjut, tantangan jangka pendek lainnya terkait penyusunan tarif layanan baru berbasis Indonesian Diagnosis Related Group (iDRG). Oktavianus menjelaskan bahwa iDRG diharapkan dapat meningkatkan efisiensi emiten rumah sakit karena klaim akan disesuaikan, sekaligus mencegah overutilisasi layanan. Namun, terdapat potensi bahwa iDRG dapat menurunkan gross margin sebesar 10-30% akibat penerapan fix rate atau sistem paket, khususnya yang berdampak pada dominasi pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Intip Alokasi Belanja Modal Emiten Rumah Sakit pada 2025 dan Peruntukannya

Meskipun demikian, Oktavianus memandang bahwa kebijakan pemerintah, baik melalui standarisasi KRIS maupun efisiensi pembiayaan iDRG, juga membuka ruang untuk layanan tambahan melalui Continuity of Benefits (COB). Hal ini menciptakan peluang kolaborasi lebih luas dengan pihak swasta demi mendukung keberlanjutan JKN. “Sehingga kami memperkirakan sektor healthcare masih akan resilien dengan outlook positif dalam jangka panjang,” tegasnya, menggarisbawahi daya tahan industri ini.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Kiwoom Sekuritas Indonesia merekomendasikan saham-saham pilihan di sektor ini. Rekomendasi buy diberikan untuk SILO dengan target harga Rp 2.620, mengingat layanan premiumnya dan ketergantungan rendah pada JKN, sekitar 18%, sehingga dampak iDRG cenderung terbatas. Selanjutnya, MIKA direkomendasikan dengan target harga Rp 2.990, didukung oleh fokusnya pada segmen non-JKN dan potensi peningkatan margin melalui skema COB split-bill untuk kelas premium.

Sementara itu, HEAL direkomendasikan dengan target harga Rp 1.560. Meskipun emiten ini akan terdampak penyesuaian iDRG karena dominasi pasien JKN sebesar 70%, penambahan 700 tempat tidur diharapkan dapat mempertahankan Bed Occupancy Rate (BOR) di angka 70%-75%. Selain itu, optimalisasi sekitar 40% pasien JKN kelas I dengan COB diperkirakan akan mendongkrak revenue per pasien sebesar 7%-15%.

Sejumlah Emiten Rumah Sakit Telah Umumkan Capex 2025, Intip Rekomendasi Sahamnya

Di sisi lain, Indy Naila dari Edvisor Provina Visindo hanya menjagokan HEAL dengan rekomendasi trading buy serta target harga Rp 1.500. “Ini karena banyak emiten kesehatan memiliki valuasi mahal atau PER di atas industri,” pungkasnya, mengindikasikan kehati-hatian terhadap valuasi saham-saham di sektor kesehatan secara umum.

Tags:

Share:

Related Post

Tinggalkan komentar