Sektor Konsumsi Goyah? Ini Rekomendasi Saham Terbaik & Prospeknya!

devisella116@gmail.com

0 Comment

Link

JAKARTA – Kinerja sektor konsumsi pada paruh pertama 2025 masih dihadapkan pada tantangan signifikan untuk pulih. Kondisi ini tercermin dari lambatnya daya beli masyarakat dan maraknya tren ‘downtrading’, di mana konsumen beralih ke produk yang lebih terjangkau.

Abdul Azis Setyo Wibowo, Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyoroti bahwa ketidakpastian global masih menjadi pemicu kenaikan biaya operasional perusahaan. Ancaman seperti perang di Timur Tengah berpotensi mendongkrak harga minyak, ditambah fluktuasi nilai tukar rupiah yang juga menekan. Di saat yang sama, daya beli konsumen memang sedang melambat.

“Meskipun pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan stimulus untuk mendorong konsumsi, tingginya harga produk masih berpotensi menekan daya beli,” ujar Azis kepada Kontan.co.id, Kamis (26/6).

Pandangan serupa datang dari Analis Indo Premier Sekuritas, Andrianto Saputra. Ia melihat prospek sektor konsumsi cenderung netral akibat tekanan eksternal, seperti tingginya harga bahan baku dan pemulihan konsumsi domestik yang belum optimal.

“Sektor ini belum cukup kuat untuk keluar dari tekanan karena daya beli konsumen masih tertahan, namun kami melihat ada potensi perbaikan pada beberapa emiten konsumsi tertentu,” tegas Andrianto.

Menurut prediksinya, penjualan ICBP dan KLBF diperkirakan masih akan mencatat pertumbuhan positif di kuartal II 2025. Penjualan ICBP diproyeksikan naik 7,3% secara tahunan (YoY), didukung oleh kenaikan harga jual mi instan pada Februari lalu serta penurunan harga minyak sawit mentah (CPO). Sementara itu, KLBF diperkirakan tumbuh 5,4% YoY, terutama disokong oleh segmen farmasi dan consumer health.

Di sisi lain, bayangan penurunan kinerja emiten masih menyelimuti SIDO dan UNVR. Keduanya diperkirakan mencatat penurunan penjualan masing-masing 6,5% dan 9,0% YoY pada kuartal II 2025. Penurunan ini mencerminkan berkurangnya konsumsi, terutama pada produk herbal dan kebutuhan rumah tangga premium.

“Tren ‘downtrading’ masih terus berlangsung, mendorong konsumen untuk beralih ke produk yang lebih ekonomis,” tambah Andrianto.

Dari segi margin kotor (gross profit margin/GPM), Indo Premier memproyeksikan adanya perbaikan secara kuartalan untuk ICBP dan UNVR berkat penurunan harga CPO dan Brent oil. GPM ICBP diperkirakan naik menjadi 38,5% atau 233bps secara kuartalan (qoq), sedangkan UNVR menjadi 49,7% atau 157bps qoq. Berbeda halnya dengan MYOR dan SIDO yang justru menghadapi tekanan marjin akibat tingginya harga kopi dan kakao.

Meskipun hasil kuartal II MYOR diproyeksikan di bawah ekspektasi, Andrianto melihat adanya peluang pemulihan marjin di semester II 2025 seiring dengan tren penurunan harga komoditas. Ia menjelaskan bahwa harga kopi dan kakao mulai menunjukkan sinyal penurunan setelah panen global yang lebih baik dari perkiraan, kondisi ini diharapkan dapat menopang marjin MYOR di paruh kedua tahun ini.

Mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Indo Premier tetap mempertahankan rekomendasi netral untuk sektor konsumsi. “Kami merekomendasikan strategi selektif dengan fokus pada saham-saham seperti KLBF dan ICBP yang menunjukkan ketahanan marjin dan pertumbuhan pendapatan yang lebih stabil,” jelas Andrianto.

Sementara itu, Azis merekomendasikan saham AMRT dengan target harga Rp 2.630. “Kami memilih AMRT karena secara valuasi Price/Earning (P/E) saat ini sudah undervalue, yang mana saat ini sudah berada di SD-1,” paparnya.

Adapun risiko utama yang perlu diwaspadai adalah potensi lonjakan harga bahan baku yang dapat kembali menekan marjin, serta ketidakpastian dalam pemulihan daya beli masyarakat.

Tags:

Share:

Related Post

Tinggalkan komentar